SUMENEP – Gelombang besar pencarian keadilan akan segera mengguncang ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Sumenep. Sebanyak 9 korban predator seksual yang diduga dilakukan oleh oknum pengasuh pondok pesantren di Pulau Kangean, Moh. Sahnan (51), telah menyatakan siap untuk memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim.
Kasus ini dinilai bukan hanya perkara hukum biasa, melainkan luka moral yang menusuk jantung dunia pendidikan agama. Tempat yang seharusnya menjadi benteng akhlak dan moral, justru dijadikan arena pemuas nafsu bejat seorang pengasuh. Kasus ini pun menyulut reaksi publik.
IG, tokoh masyarakat Kepulauan Arjasa menyebut, perkara Sahnan adalah momentum untuk membongkar praktik predatorisme seksual yang selama ini kerap berlindung di balik jubah.
“9 santriwati yang menjadi korban predator seksual siap membongkar kebobrokaan oknum kiainya. Mereka akan memberikan keterangan yang sebenar benarnya di PN Sumenep yang akan digelar pada tanggal 3 September nanti. Kasus ini harus menjadi atensi. Jika tidak, bukan hanya sembilan anak yang menjadi korban, melainkan generasi bangsa yang akan hancur. Negara harus hadir dengan hukuman maksimal, tanpa kompromi,” tegas salah satu tokoh masyarakat Kepulauan, Rabu, 27/08.
Ia pun meminta kepada seluruh elemen masyarakat, agar bersama sama berjihad kemanusiaan.
“Mari berjihad kemanusiaan dengan mengawal kasus ini hingga tuntas. Jangan biarkan perusak generasi bangsa dan agama terus bermunculan. Kami mengajak seluruh elemen pemuda, tokoh masyarakat, tokoh agama dan seluruh pihak untuk ada di garda terdepan dalam mengawal kasus ini. Bayangkan, jika korban itu adalah anak anak kita atau saudara saudara kita,” tegasnya.
Sementara, pengacara 9 korban predator seksual oknum kiai, Didi, S.H belum dapat dikonfirmasi.
Diketahui, tersangka predator seksual merupakan warga Dusun Sumber, Desa Kalisangka, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean.
Pelaku sempat melarikan diri setelah kasusnya mulai terendus. Namun pelariannya terhenti pada Selasa dini hari (10/6/2025), ketika tim Resmob Polres Sumenep berhasil menangkapnya di Desa Kesambi Rampak, Kecamatan Kapongan, Situbondo.
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan seorang korban berinisial F. Peristiwa memilukan itu terjadi pada 2021, ketika F dipanggil ke kamar tersangka untuk mengantarkan air dingin. Saat itulah pintu gelap penderitaan terbuka.
“Korban tidak berdaya, karena tersangka adalah pengasuh pondok pesantren, pemilik otoritas yang seharusnya melindungi,” ungkap AKP Widiarti, beberapa waktu lalu.
Tak berhenti di situ, lima hari berselang, dengan modus yang sama, Moh. Sahnan kembali melancarkan aksinya. Seolah menjadikan korban sebagai “milik pribadi” di bawah ancaman agar tidak menceritakan peristiwa itu kepada siapa pun.
Namun hasil penyelidikan tim PPA Polres Sumenep menguak fakta lebih mengerikan: bukan hanya satu korban, melainkan sembilan santriwati lain turut menjadi mangsa nafsu predator sang kiai palsu.
Kini, sembilan korban tersebut menyatakan keberanian untuk bersuara di ruang sidang PN Sumenep. Suara mereka bukan hanya untuk menuntut keadilan pribadi, tetapi juga mewakili ribuan anak lain yang mungkin masih terjebak dalam jerat kejahatan serupa.
Tersangka kini dijerat dengan Pasal 81 ayat (3)(2)(1) dan Pasal 82 ayat (2)(1) UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Satu hal yang pasti, sidang mendatang akan menjadi saksi sejarah, ketika suara santriwati yang selama ini dibungkam, akhirnya menggema di ruang sidang untuk menuntut keadilan.