BALIKPAPAN – Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni melepas enam ekor orang utan hasil rehabilitasi Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation (BOSF) ke habitat alaminya di Hutan Kehje Sewen, Kecamatan Muara Wahau, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
“Pelepasliaran ini merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah pusat, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, BOSF, dan mitra dari sektor swasta,” ujar Menteri Raja Juli di Balikpapan, Selasa.
Ia menegaskan bahwa upaya penyelamatan orang utan tak bisa dilepaskan dari perlindungan hutan sebagai habitat aslinya. Kerusakan lingkungan dan alih fungsi lahan membuat konservasi menjadi semakin mendesak.
“Ini tantangan ke depan. Kita harus lebih serius menjaga hutan agar tidak makin banyak orang utan yang butuh rehabilitasi,” ujarnya.
Selama proses rehabilitasi, orang utan menjalani perawatan medis, pemulihan kondisi fisik dan mental, serta pelatihan untuk bertahan hidup di alam liar. Pemerintah, kata Raja Juli, berkomitmen memperkuat regulasi perlindungan satwa liar dan kawasan hutan tanpa mengabaikan pentingnya pembangunan nasional.
“Pembangunan penting untuk kesejahteraan rakyat, tapi alam pun harus dijaga. Keseimbangan itu mutlak karena alam adalah anugerah,” tegasnya.
Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud menyebut pelepasliaran ini sebagai simbol nyata kolaborasi lintas sektor dalam menjaga spesies endemik Kaltim.
“Komitmen bersama ini bukan hanya berdampak bagi konservasi orang utan, tapi juga keberlanjutan ekosistem dalam konteks pembangunan daerah,” ujarnya.
CEO BOSF Jamartin Sihite mengungkapkan, dari total 350 orang utan yang masih dalam proses rehabilitasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, sekitar 100 ekor tidak dapat dilepasliarkan karena mengalami gangguan fisik atau perilaku.
“Sekitar 90 persen orang utan yang kami tangani adalah korban konflik manusia—baik dari peliharaan ilegal, ditemukan di pinggir jalan, di kawasan tambang, atau wilayah terdampak pembangunan,” jelasnya.
Adapun enam orang utan yang dilepas terdiri dari tiga jantan dan tiga betina, masing-masing bernama Sie Sie, Siti, Bugis, Uli, Mikhayla, dan Mori. Mikhayla, misalnya, pertama kali ditemukan pada 12 Januari 2025 di kawasan konsesi tambang PT Kaltim Prima Coal (KPC), dalam kondisi kurus dan lemah.
“Setelah menjalani rehabilitasi intensif, kini Mikhayla berusia 10 tahun dan siap kembali ke alam,” kata Jamartin.
Untuk memantau keberadaan satwa pasca pelepasliaran, BOSF menggunakan teknologi telemetri yang ditanam di bawah kulit, serta melakukan patroli rutin di lokasi.
Hutan Kehje Sewen sendiri merupakan kawasan restorasi yang dikelola BOSF bersama mitra swasta, dan telah menjadi habitat bagi puluhan orang utan hasil rehabilitasi sejak program pelepasliaran pertama dilakukan.
Selama lebih dari dua dekade, BOSF menjadi mitra strategis pemerintah dalam konservasi orang utan, serta aktif dalam edukasi masyarakat dan riset spesies langka di hutan-hutan Kalimantan. (*)